More Links

Recent Posts

Download

Rabu, 20 Oktober 2010

"Dan"

Baca selengkapnya »

Sabtu, 25 September 2010

Home

Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-65 dan disertai dengan motivasi kuat untuk turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, BCA Finance kembali menawarkan program beasiswa kuliah bagi mahasiswa program s1 selama kuliah (maksimal 8 semester). Pada tahun lalu, BCA Finance telah memberikan beasiswa penuh bagi 20 mahasiswa s1 berprestasi. Tahun 2010 ini, BCA Finance akan menyalurkan beasiswa kuliah untuk 35 mahasiswa berprestasi yang kurang mampu dalam ekonomi. Program beasiswa ini dinamakan “Beasiswa BCA Finance 2010“.
Baca selengkapnya »

Sabtu, 18 September 2010

LP dan ASKEP Tonsilitis

LP dan ASKEP Tonsilitis
A. Latar Belakang
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil faringal yang membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini.
Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien tonsilitis beserta keluarganya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tonsilitis secara komprehensif di ruang Kenanga RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien tonsilitis
b. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada klien tonsilitis
c. Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul pada klien tonsilitis
d. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien dengan tonsilitis
KONSEP DASAR TONSILITIS
A. Pengertian
1. Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam, 2006).
2. Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000).
3. Tonsilitis kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang berulang.
Tonsil tidak mampu untuk mengalami resolusi lengkap dari suatu serangan akut kripta mempertahankan bahan purulenta dan kelenjar regional tetap membesar akhirnya tonsil memperlihatkan pembesaran permanen dan gambaran karet busa, bentuk jaringan fibrosa, mencegah pelepasan bahan infeksi (Sacharin, R.M. 1993).
4. Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus (Hembing, 2004).
5. Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak (Firman sriyono, 2006, 2006).
6. Tonsilitis adalah inflamasi dari tonsil yang disebabkan oleh infeksi (Harnawatiaj, 2006).
B. Klasifikasi
Macam-macam tonsillitis menurut Imam Megantara (2006)
1. Tonsillitis akut
Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus.
2. Tonsilitis falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus.
Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
3. Tonsilitis Lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil.
4. Tonsilitis Membranosa (Septis Sore Throat)
Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut menyerupai membran. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan.
5. Tonsilitis Kronik
Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok, makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene mulut yang buruk.
C. Etiologi
Menurut Adams George (1999), tonsilitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A.
1. Pneumococcus
2. Staphilococcus
3. Haemalphilus influenza
4. Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.
Menurut Iskandar N (1993). Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus.
1. Streptococcus B hemoliticus grup A
2. Streptococcus viridens
3. Streptococcus pyogenes
4. Staphilococcus
5. Pneumococcus
6. Virus
7. Adenovirus
8. ECHO
9. Virus influenza serta herpes
Menurut Firman S (2006), penyebabnya adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis.
D. Patofisiologi
Menurut Iskandar N (1993), patofisiologi tonsillitis yaitu :
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
E. Pathway Keperawatan
Kuman, Streptoccocus Beta Hemoliticus group A
Rangsangan kronik (rokok, makanan, pengobatan yang tidak adekuat, hygiene mulut yang buruk
Sterpococcus viridians
Sterpococcus pygenes
Staphylococcus
Pneumococcus
Infeksi radang berulang
Menginfiltrasi lapisan epitel
Droplet Infection
Lapisan epitel terkikis
Reaksi jaringan
Limfoid Superfisialis
Pembendungan radang dengan Infiltrasi leukosit polimorfonuklear
Pembentukan Detritus
Kerusakan Menelan
Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tonsilitis Folokularis
Detritus melebar
Detritus berdekatan menjadi satu
Tonsil bengkak dan Hiperemis
Nyeri akut paska Bedah
Tonsilitis membranosa
Tonsilitis Lakunaris
Cemas
Resiko Tinggi Infeksi
Tonsilektomi
Reaksi Sistemik
Hipertermi
Kurang Pengetahuan
Nyeri akut
Menyebar melalui :
Hematogen dan Limfogen
Komplikasi : miokarditis, pembesaran kelenjar limfe, submandibula septicemia


(Iskandar N, 1993)
F. Manifestasi Kinik
Menurut Megantara, Imam 2006
Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan) nyeri seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang sama).
Gejala lain :
1. Demam
2. Tidak enak badan
3. Sakit kepala
4. Muntah
Menurut Mansjoer, A (1999) gejala tonsilitis antara lain :
1. Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan
2. Tenggorokan terasa kering
3. Persarafan bau
4. Pada pemeriksaan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus
5. Tidak nafsu makan
6. Mudah lelah
7. Nyeri abdomen
8. Pucat
9. Letargi
10. Nyeri kepala
11. Disfagia (sakit saat menelan)
12. Mual dan muntah
Gejala pada tonsillitis akut :
1. Rasa gatal / kering di tenggorokan
2. Lesu
3. Nyeri sendi
4. Odinafagia
5. Anoreksia
6. Otalgia
7. Suara serak (bila laring terkena)
8. Tonsil membengkak
Menurut Smelizer, Suzanne (2000)
Gejala yang timbul sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan.
Menurut Hembing, (2002) :
1. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit saat menelan, kadang-kadang muntah.
2. Tonsil bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh badan, kedinginan, sakit kepala dan sakit pada telinga.
3. Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.
G. Pemeriksaan Penunjang menurut Firman S (2006), yaitu :
1. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering.
2. Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3. Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
H. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A (1999), yaitu :
1. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid.
4. Laringitis
5. Sinusitis
6. Rhinitis
I. Penatalaksanaan / Pengobatan
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum, menurut Firman S, 2006 :
1. Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
2. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
a. Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
b. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
c. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
d. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
Menurut Mansjoer, A (1999) penatalaksanan tonsillitis adalah :
1. Penatalaksanaan tonsilitis akut
a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin.
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
d. Pemberian antipiretik.
2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.
Tonsilektomi menurut Firman S (2006), yaitu :
1. Perawatan Prabedah
Diberikan sedasi dan premedikasi, selain itu pasien juga harus dipuasakan, membebaskan anak dari infeksi pernafasan bagian atas.
2. Teknik Pembedahan
Anestesi umum selalu diberikan sebelum pembedahan, pasien diposisikan terlentang dengan kepala sedikit direndahkan dan leher dalam keadaan ekstensi mulut ditahan terbuka dengan suatu penutup dan lidah didorong keluar dari jalan. Penyedotan harus dapat diperoleh untuk mencegah inflamasi dari darah. Tonsil diangkat dengan diseksi / quillotine.
Metode apapun yang digunakan penting untuk mengangkat tonsil secara lengkap. Perdarahan dikendalikan dengan menginsersi suatu pak kasa ke dalam ruang post nasal yang harus diangkat setelah pembedahan. Perdarahan yang berlanjut dapat ditangani dengan mengadakan ligasi pembuluh darah pada dasar tonsil.
3. Perawatan Paska-bedah
a. Berbaring ke samping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.
b. Memantau tanda-tanda perdarahan
1) Menelan berulang
2) Muntah darah segar
3) Peningkatan denyut nadi pada saat tidur
c. Diet
1) Memberikan cairan bila muntah telah reda
a) Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar (lebih nyaman dari ada kepingan kecil).
b) Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan).
2) Menawarkan makanan
a) Es crem, crustard dingin, sup krim, dan jus.
b) Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat dinikmati pada pagi hari setelah perdarahan.
c) Hindari jus jeruk, minuman panas, makanan kasar, atau banyak bumbu selama 1 minggu.
3) Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan
a) Menggunakan ice color (kompres es) bila mau
b) Memberikan anakgesik (hindari aspirin)
c) Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.
d) Minum 2-3 liter/hari sampai bau mulut hilang.
4) Mengajari pasien mengenal hal berikut
a) Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung segera selama 1-2 minggu.
b) Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.
c) Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan ke-8 setelah operasi.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN TONSILITIS
A. Pengkajian
Focus pengkajian menurut Firman S (2006), yaitu :
1. Wawancara
a. Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
b. Apakah pengobatan adekuat
c. Kapan gejala itu muncul
d. Apakah mempunyai kebiasaan merokok
e. Bagaimana pola makannya
f. Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
2. Pemeriksaan fisik
Data dasar pengkajian menurut Doengoes, (1999), yaitu :
a. Intergritas Ego
Gejala : Perasaan takut
Khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga, kemampuan kerja, dan keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
b. Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi, kebersihan gigi buruk.
c. Hygiene
Tanda : Kesulitan menelan
d. Nyeri / Keamanan
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-bati
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga
e. Pernapasan
Gejala : Riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja dengan serbuk kayu, debu.
Hasil pemerisaan fisik secara umum di dapat :
1. Pembesaran tonsil dan hiperemis
2. Letargi
3. Kesulitan menelan
4. Demam
5. Nyeri tenggorokan
6. Kebersihan mulut buruk
3. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan usap tenggorok
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum memberikan pengobatan, terutama bila keadaan memungkinkan. Dengan melakukan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui kuman penyebab dan obat yang masih sensitif terhadapnya.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
Pre Operasi
1. Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
5. Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman
Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
3. Kurang pengetahuan tentang diet berhubungan dengan kurang informasi.
C. Intervensi
Pre Operasi
Dx 1 : Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
NOC : Perawatan Diri : Makan
Tujuan : Setelah dlakukan tindakan keperawatan terapi menelan selama 3 x24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam makan dengan skala 4 sehingga kerusakan menelan dapat diatasi
Kriteria hasil :
1. Reflek makan
2. Tidak tersedak saat makan
3. Tidak batuk saat menelan
4. Usaha menelan secara normal
5. Menelan dengan nyaman
Skala : 1. Sangat bermasalah
2. Cukup bermasalah
3. Masalah sedang
4. Sedikit bermasalah
5. Tidak ada masalah
NIC : Terapi menelan
Intervensi :
1. Pantau gerakan lidah klien saat menelan
2. Hindari penggunaan sedotan minuman
3. Bantu pasien untuk memposisikan kepala fleksi ke depan untuk menyiapkan menelan.
4. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan dan penenangan pasien selama makan / minum obat.

Dx 2 : Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
NOC : Kontrol Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
a. Mengenali faktor penyebab.
b. Mengenali serangan nyeri.
c. Tindakan pertolongan non analgetik
d. Mengenali gejala nyeri
e. Melaporkan kontrol nyeri
Skala : 1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
3. Berikan analgesik yang sesuai.
4. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.
5. Anjurkan pasien untuk istirahat.
Dx 3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
NOC : Fluid balance
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nutrisi selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah nutrisi dengan skala 4 sehingga ketidak seimbangan nutrisi dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan
b. BB ideal sesuai tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Manajemen nutrisi
1. Berikan makanan yang terpilih
2. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
3. Berikan makanan sedikit tapi sering
4. Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.
Dx 4: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
NOC : Termoregulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan fever treatment selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam suhu tubuh dengan skala 4 sehingga suhu tubuh kembali normal atau turun.
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Suhu kulit dalam batas normal
c. Nadi dan pernafasan dalam batas normal.
Skala : 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
NIC : Fever Treatment
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna, dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
4. Monitor intake dan output
5. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam.
Dx 5: Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman
NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengurangan cemas selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dengan kecemasan dengan skala 4 sehingga rasa cemas dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
a. Ansietas berkurang
b. Monitor intensitas kecemasan
c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasn
d. Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Pengurangan Cemas
1. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.
2. Tenangkan anak / pasien.
3. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan. (takhikardi, eskpresi cemas non verbal)
4. Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat.
5. Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi
Post Operasi
Dx 6 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
NOC : Level Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah tentang nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri
b. Frekuensi nyeri.
c. Lamanya nyeri
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
3. Berikan analgesik yang sesuai.
4. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.
5. Tingkatkan istirahat pasien.
Dx 7 : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.
NOC: Kontrol Infeksi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kontrol infeksi selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada infeksi dengan skala 4 sehingga resiko infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
a. Dapat memonitor faktor resiko
b. Dapat memonitor perilaku individu yang menjadi faktor resiko
c. Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan infeksi.
d. Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko.
Keterangan Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Kontrol Infeksi
a. Ajarkan teknik mencuci tangan dengan benar.
b. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan.
c. Lakukan perawatan aseptik pada semua jalur IV.
d. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat.
Dx 8 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengenal informasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengajaran pengobatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dengan kurang pengetahuan dengan skala 4 sehingga pengetahuan pasien dan keluarga dapat bertambah
NOC : Knowledge: Diet
a. Menyebutkan keuntungan dan diet yang
b. Menyebutkan makanan-makanan yang diperbolehkan
c. Menyebutkan makanan-makanan yang dilarang.
Ket: 1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks
NIC : Pengajaran Pengobatan
1. Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang tujuan obat.
2. Informasikan kepada anak akibat tidak minum obat.
3. Ajarkan anak untuk minum obat sesuai dnegan dosis.
4. Informasikan kepada anak dan keluarga tentang efek samping
D. Evaluasi
Dx 1 : Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi. Skala
a. Reflek makan 4
b. Tidak tersedak saat makan 4
c. Tidak batuk saat menelan 4
d. Usaha menelan secara normal 4
e. Menelan dengan nyaman 4
Dx 2 : Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
a. Mengenali faktor penyebab. 4
b. Mengenali serangan nyeri. 4
c. Tindakan pertolongan non analgetik 4
d. Mengenali gejala nyeri 4
e. Melaporkan kontrol nyeri 4
Dx 3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan 4
b. BB ideal sesuai tinggi badan 4
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. 4
Dx 4: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
a. Suhu tubuh dalam rentang normal 4
b. Suhu kulit dalam batas normal 4
c. Nadi dan pernafasan dalam batas normal 4
Dx 5: Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman
a. Ansietas berkurang 4
b. Monitor intensitas kecemasan 4
c. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasn 4
d. Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada 4
Dx 6 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
a. Melaporkan nyeri 4
b. Frekuensi nyeri. 4
c. Lamanya nyeri 4
d. Ekspresi wajah terhadap nyeri 4
Dx 7 : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.
a. Dapat memonitor faktor resiko 4
b. Dapat memonitor perilaku individu yang menjadi faktor resiko 4
c. Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan infeksi 4
d. Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko 4
Dx 8 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
a. Menyebutkan keuntungan dan diet yang baik 4
b. Menyebutkan makanan-makanan yang diperbolehkan 4
c. Menyebutkan makanan-makanan yang dilarang 4

DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. 1997. BOISE Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:EGC.
Doengoes, Marilynn D. 1999. Rencana Asuhan Keparawatan. Jakarta:EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus Calpius.
Ngastiyah. 1997. Perawatan anak Sakit. Jakarta:EGC.
Pracy R, dkk.1985. Pelajaran Ringkasan Telinga hidung Tenggorokan. Jakarta:Gramedia.
Price, Silvia.1995.Patofisiologi Konsep Klinis Proses PenyakitJakarta:EGC.
Wilkinson, Judith.2000.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC Edisi 7.Jakarta:EGC.
http://www.medicastore.com diakses tanggal 12 Juni 2008.
http://fkui.firmansriyono.org.com diakses tanggal 12 Juni 2008.
http://imammegantara.blogspot.com diakses tanggal 12 Juni 20
http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-tonsilitis.html
Baca selengkapnya »

LP dan ASKEP GGK

GAGAL GINJAL KRONIK
( GGK )
A. KONSEP DASAR
1. Definisi

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersfat persisten dan irreversible, gangguan funsi ginjal adalah penurunan laju filterasi glomerolus yang dapat di goongkan ringan, sedang, berat.

2. Anatomi Fisiologi
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama di daerah lumbal, disebelah kanan dan kiri tulang belakang dibungkus lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum dan diluar rongga peritoneum.
Kedudukan ginjal diperkirakan dari belakan mulai dari ketinggian vertebra torakalis sam pai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rend ah dari kiri karena hati menduduki ruang banyak disebelah kanan.
Setiap ginjal panjangnya 6 – 7 ½ cm, dan tebal 1 ½ - 2 ½ cm. Pada orang dewasa beratnya kira – kira 140 gr.
Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya menghadap ketulang punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh – pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilum. Diatas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar. Suprarenal ginjal kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri.
Struktur ginjal dilingkupi kapsul tipis dari jaringan sibrus yang rapat membungkusnya dan membentuk pembungkus yang halus. Didalamnya terdapat struktur – struktur ginjal yang warnanya ungu tua dan terdiri atas bagian kortek disebelah luar dan bagian medulla di sebelah dalam. Bagian medulla ini tersusun atas 15 – 16 massa yang berbentuk pyramid nyang disebut pyramid ginjal. Puncak – puncaknya langsung mengarah ke hilum dan berakhir di kalises – kalises yang menghubungkannya dengan kalises ginjal.
Fungsi ginjal adalah pengaturan keseimbangan air, pengaturan konsentrasi garam dalam darah, keseimbangan asam basa darah, ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam. (Evelyn Pearce, 1997).

3. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik merupakan kelanjutan dari beberapa jenis penyakit seperti :
1) Penyakit jaringan jaringan ginjal kronis seperti glomerulonefritis
2) Infeksi kronis, misalnya pyelonefritis dan tuberculosis.
3) Kelainan bawaan seperti kista ginjal.
4) Obstruksi ginjal misalnya batu ginjal.
5) Penyakit vaskuler, seperti nefro sclerosis dan penyaki hypertensi.
6) Obat – obatan yang dapt merusak ginjal, misalnya pemberian terapi aminoglikosida dalam jangka panjang.
7) Penyakit endrokrin misalnya komplikasi diabetes.

4. Patofisiologi
• Pre Renal
• Renal
• Post Renal

5. Manifestasi Klinis
a) Gastrointestinal : anoreksia nouse, muntah, hematomesis melena.
b) SPP/neurologik : lelah malas, insomnia, sakit kepala, kejang, koma, fasikulasi otot, mioklonus, neuropati perifer, perubahan –perilaku.
c) Kardiovaskuler : hipertensi, payah jantung kongesty, perikarditis, myokarditis uremik.
d) Hematologi : anemia, diatesis, hemorargik.
e) Endokrin metablik : Hiper/hipoglikemia, hiperlipedemia tipe IV hiperparatiroidisme, disfungsi sex menstruasi, retardaasi pertumbuhan badan.
f) Dermatologi : kult kering, gatal – gatal.

6. Pemerisaan Penunjang
Kreatinin plasma akan meningkat seiring dengan penurunan laju filterasi glomerolus, dimulai bila laju kurang dari 60 ml/m, pada gagal gijal terminal konsentrasi kreatinn dibawah 1 m mol/ lt, konsentrasi ureum plama kurang dapa di percaya karma dapat menurun pada diet rendah protein dan meningkat pada diet tinggi protein, kekurangan garam dan keadaan katabolic. Biasanya konsenterasi ureum pada gagal ginjal terminal adalah 20 – 60 mmol/lt.
Terdapat penurunan bikarbonatplasma (15 – 25 mmol/l) penurunan pH dan peningkatan anion gap. Konsenterasi natrium biasanya normal. Namun dapat meningkat atau menurun akibat masukan caoiran inadekuat. Atau kelebihan. Hiperkalemia tanda – tanda gagal ginjal yang berat, kecuali terdapat masukan yang berlebiha. Asidosis tubular ginjal atau hiperaldosteronisme.
Terdapan peningkatan konsentrasi fosfat plasma dan peningkatan kalsium plasma, kemudian fosfatase alkali meningkat, dapat ditemukan peningkatan parathormon pada hiperparatiroidisme. Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan anemia normositik normokrom dan terdapat sel Burn pada uremia berat. Leukosit dan trombosit masih dalam batas normal. Peeriksaan mikroskopik urine menunjukkan kelainan penykit yang mendasariya. Kreatinin meningkat melebihi laju filterasi glomerous dan turun menjadi kurang dari 5ml/m pada gagal ginjal terminal dapat ditemukan proteinuria 200 – 1000 mg/hr.
Pemeriksaan biokimia lasma untuk mengetahui fungsi gimjal dan gangguan elektrolit. Mikroskopik urine, test serologi untuk mengetahui penyebab glomerolus nefritis dan tes – tes penyaringan sebagai persiapan sebalum dialysis (biasanya hepatitis B dan HIV).
USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal dan penyebab gagal ginjal, misalnya adanya kista atau obstruksi pelvis ginjal. Dapat juga dipakai foto polos abdomen jika ginjal lebih kecil disbanding usia dan besar tubuh pasien lebih cenderung kearah gagal ginjal kronik.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konserfatif GGK bermanfaat bila faal ginjal masih pada tahap insufsiensiginjal dan GGK yaitu faal ginjal berkisar antara 10 – 50 % atau nilai kriatinin serum 2mg – 10mg%. (RP. Sidabutar Suhardjono, EJ Kapojos: 1997).
Tujuan pengobataa konservatif GGK ialahmenunda dialysis atau transplantasi dengan memperlama periode asimtomatik. Pada penyakit gagal ginjal tahap akhir pengobatan pengganti sudah harus dilaksanakan. Penatalaksanaan konservatif juga dapat bermanfaat untuk menjaringkan frekwansi dialysis.
Memperbaiki faktor – faktor yang reversible, treatebel dan mencegah menumpuknya toksik uremik dengan diet dan odbat – obatan, memperbaiki penyakit dasar, mengatasi keluhan dan gejala dengan obat – oobataan, mencegah atau menghindari tindakan yang menambah keruakan ginjal. ( Made Sukahatya, 1994).
Penaggulangan GGK harus berprinsip pada penaggulangan masalah seutuhnya dan sesekli tidak boleh mengobati atau mengoreksi nilai – nilai kimiawi saja. Penetapan waktu untuk merencanakan dan memulai pengobatan pengganti (dialysis atau transplantasi) harus atas pertimbangan keseluruhan. Pentahaapan penurunan faal ginjal seperti disebut sebelumnya tidak mempunyai batas – batas klinis yang jelas sehingga kewaspadaan orang yang mengobati sangat penting untuk dapat menilai apakah suatu tindakan diagnostic atau terapiutik perlu dailaksanakan. (R.P. Sidabutar,1997).


B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Penkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama lengkap, umur agama jenis kelamin pendidikan , pekerjaan, penghasilan,ras, alamat.

2) Keluhan utama
Pada klien dengan GGK tanpa keluhan dan gejala hanya kebetulan pemeriksaan BUN dan kreatinin meningkat, berlangsung berbulan – bulan sampai beberapa tahun. Kemudian berlanjut toksin uremik makin menumpuk sehingga timbul GGK dengan keluhan ganggan fungsi berbagai organ antra lain : kelaina gastrointestinal, SSP, neurologik, kardiovaskuler, paru, hematologik, endokrin atau metabolic, dermatologi, (Joyce M. Black,1997)

3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Pada klien gagal ginjal kronik umumnya gejaa dan tanda – tand sesuai dengan gangguan system yang timbul. (R.P. Sidabutar, Suharjono, EJ Kapojos,1997)

b) Riwayat kesehatan lalu
Dalam hal ini 6ang orlu dikaji adalah aakah klien pernah mengalami GGK atau GGA sebelumnya dan apakah klien menderrita penyakit jaringa ginjal kronis seperti glomerulo nefritis kronis, infeksi kronis, misalnya pielonefriti dan tuberculosis, kelainan bawaan seperti kusta, obtrukksi ginjal misalnya batu ginjal, penyakit vaskuler seperti nefrosklerosis dan penyakit HT, serta tanyakan apakah sebelumya pernah masuk rumah sakit. (Rasindo,1999)

c) Riwayat kesehatan keluarga
Yang perlu dikaji adalah apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti yang diderita klien, atau riwayat penyakit menular atau menurun, (Joyce M. Black,1997)

4) Pola – pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Dalam hal ini yang perlu di kaji adalah apakah klien mengerti tentang penyakitnya dan dibawa kemana bila sedang sakit, serta bagaiman klien merawat tentang dirinya.

b) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien dengan GGK biasanya peningkatan secara cepat berat badan karena bengkak atau penurunan berat badan karena kurang gizi, tidak nafsu makan rasa tidak nyata di muka ( nafas ammonia)

c) Pola aktivitas
Biasanya klien mengalami gangguan dalam meakukan aktivitan karena klien dengan GGK mengeluh kelelahan yang berlebihan.

d) Pola eliminasi
Pada klien dengan GGK biasanya frekwensi kencing sedikit. Urin tidak ada pada ginjal, perut mengembung diare, atau justru sulit buang air besar, perubahan warna urine, misalnya kuning,merah,cokelat,gelap, urin sedikit dan biasa negative.

e) Pola istirahat tidur
Biasanya klien dengan GGK mengeluh sulit tidur karena keresahan atau mengigau.

f) Pola persepsi kognitif
Perubahan sttus kesehatan dan gaya hidup data mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat dii sendiri.

g) Pola persepsi diri
Pada klien dengan GGK mempunyai perasaan tidak berdaya, tidak punya harapan, tidak punya kekuatan dan dapat memperlihatkan penolakan, cemas, takut, marah, sensitive perubahan keppribadian.

h) Pola hubungan dan peran
Biasanya pasien sulit untuk menyesuaikan diri misalnya : tidak mampu bekerja juga macam – macam fungsi yang wajar dalam keluarga.

i) Pola reproduksi dan sexual
Biasanya kien mengalami penurunan gairah sexual, tidak menstruasi, mandul.

j) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien mengalami stress karena cemas, takut dan marah. Cara penanggulangannya dengan cara mengungkapkannya pada orang terdekat atau perawat, atau juga dengan cara marah, menangis atau cara lain tergantung individunya.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien akan selalu berdo’a demi keselamatan dirinya sehingga perlu bantuan moral dari oaring – orang yang ada disekelilingnya.

5) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan Umum
Keadaan umum pasien diamati mulai saat pertama kali bertemu dengan pasien dilanjutkan mengukur TTV, kesadaran pasien diamati sadar sepenuhnya ( komposmentis, apatis, somnolen, delirium semi koma, koma, keadaan sakit diamati aakah berat, sedang, ringan atau tampak tidak sakit.

b) Kulit, rambut, kuku
Pada klien GGK ditemukan dalam pemeriksaan pada kulit yaitu kulit kuning,perubahan turgor kulit (lembab),kulit gatal-gatal karena infeksi sesaat atau berulang,bintik – bintik perdarahan kecil dan lebih besar dikulit.penyebaran proses pengapuran di kulit,pada kuku tipis dan rapuh serta pada rambut tipis.

c) Kepala, leher
Pada klien GGK mengeluh sakit kepala,muka pucat memerah,tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid.

d) Mata
Pada klien GGK mata mengalami pandangan kabur

e) Telinga, hidung, mulut tenggorokan
Pada GGK telinga hidung dan tenggorokan tidak mengalami gangguan.pada mulut ditemukan adanya perdarahan pada gusi dan lidah.

f) Pada thorak dan abdomen
Pada pemeriksaan abdomen dan thorak ditemukan adanya nyeri pada dada pada abdomen ditemukan disternsi perut (asites atau penumpukan cairan, pembesaran heper pada setadium akhir).

g) System respirasi
Pada klien GGK biasanya terjadi kesulitan untuk bernafas karena adanya gagal jantung kongestif, paru mengalami perubahan yang sangat rentang terhadap infeksi. Terjadi akumulasi cairan. Kesakitan, pneumoni, klien mengeluh nafas pendek, sesak nafas yang datang hilang dimalam hari, batuk dengan atau tanpa suara parau, dahak yang kental, pernafasan kusmaul ( nafas lebih dalam).

h) System kardiovaskuler
GGK berlanjut menjadi tekanan darah tinggi, detak jantung menjadi irreguler ( termasuk detak jantung yang mengancam kehidupan atau terjadi fibrilasi), pembengkakan, gagal jantung kongestif.

i) System genitourinaria
Karena ginjal kehilangan kesanggupan mengekskresi natrium, penderita mengalami retensi natrium dan kelebihan natrium sehingga penderita mengalami iritasi dan menjadi lemah. Pengeluaran urine mengalami penurunan serta mempengaruhi komposisi kimianya, berkurangnya frekwensi kencing, urin sedikit, urin tidak ada pada gagal ginjal, perut mengembung, diare atau justru sulit BAB, perubahan warna urine misalnya :
Kuning, coklat, merah, gelap, urin sedikit dan beda negatif.

j) System gastrointestinal
Pada saluran pencernaan terjadi peradangan ulserasi pada sebagaian besar alat pencernaan. Gejala lainnya adalah terasa metal di mulut, nafas bau amonia, nafsu makan menurun, mual muntah, perut mengembung, diare atau justru sulit BAB.

k) System musculoskeletal
Pada GGK adanya kelemahan otot atau kekuatan otot hilang.kurangnya respon otot – oto dan tulang. Ketidakseimbangan mineral dan hormon,tulang terasa sakit , kehilangan tulang, mudah patah, defisit kalsium dalam otak,mata, gusi, persendian, jantung, bagian dalam dan pembuluh darah. Fraktur atau otak tulang, penumpukan CaPO4 pada jaringan lunak , sendi pembatasan gerak sendi.

l) System endokrin
Pada GGK memberikan pertumbuhan lambat pada anak – anak. Kurang subur serta nafsu sex menurun pada kedua jenis kelamin. Menstruasi berkurang bahkan dapat berhenti sama sekali. Impotensi dan produksi sperma menurun serta peningkatan kadar gula darah seperti pada diabetes.

m) System persyarafan
Pada klien GGK sindroma tungkai bergerak – gerak salah satu pertanda kerusakan saraf , rasa sakit seperti terbakar, gatal pada kaki dan tungkai.juga dijumpai otot menjadi kram dan bergerak – gerak, daya ingat berkurang, mengantuk, iritabilitas, bingung, koma dan kejang (Merlyn E. Doenges,1990)

6) Pemeriksaan penunjang
a) Urine
Volume : biasanya berkurang dari 400 ml/jam (oliguria) atau urin tidak ada
 Warna : gelap urin yang tidak normal dapat disebabkan nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, pospat atau asam urat. Kotor sedimen coklat mengidentifikasikan adanya darah , myoglobin prefirin.
Bj : kurang dari 1.01 s ( tetap pada 1.010 mengindikasikan adanya gagal ginjal yang parah dan berat.
Osmolitas : kurang dari 350 mosn/kg menunjukkan gangguan tubulus dan rasio urin. Serum sering 1:1.
Clerens creatinin : mungkin menurun secara berhenti.
Na+ : lebih dari 40mcg/i untuk ginjal tidak mampu menyerap kembali Na.

b) Darah
 BUN/kreatinin : meningkat biasanya secara proporsional kadar kreatinin 10mg/dl memberi kesan stadiunm akhir ( mungkin serendah 5)
CBC ( hitung darh lengkap ), HCT ( hematokrit) menurun pada anemia.
Hb : biasanya berkurang dari 7 – 8 g/dl.
SDM :

c) Gas darah (AS/BS)
 PH : menurut asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ekskresi ginjal yaitu hidrogen dan amonia dan produksi akhir dari katabolisme protein Hco3 dan Pco2 menurun.
Serum Na+ : mungkin rendah jika gagal ginjal hanya membuang Na. Atau normal menunjukkan status delusi hipernatrium.
K+ : meningkat berhubungan dengan penumpukan sel ( asidosis atau pelepasan kejaringan ( hemolisis SDM)
Mq/p : meningkat
Ca : menurun

d) Protein
 Albumin : menurun di serum menunjukkan protein keluar lewat urin, pertukaran cairan, penurunan pemasukan atau penurun sintesa atau kekurangan asam amino esensial.
Serum osmolalitas : lebih besar cdari 285n ons/kg sering sama dengan urine.
KUB/X-Ray : memperlihatkan ukuran ginjal atau ureter atau vesika urinaria dan menunjukkan pembuntuan ( batu)
Rehograde/yelogran : tampak pelvis ginjal dan ureter yang tidak normal

b. Analisa Data
a) - Data mayor : biasanya klien mengatakan perutnya kembung, sulit kencing.
- Data minor : perut mengembung , kencing sedikit, perubahan warna urine, urine tidak ada pada gagal ginjal, odema,
- Masalah : kelebihan volume cairan
- Kp : penurunan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan air dan menahan natrium.

b) – Data mayor : biasanya klien mengatakan nafsu makan menurun atauy berkurang
- Data minor : penurunan berat badan karena kurang gizi atau peningkatan berat badan secara cepat karena bengkak, anorexia, mual muntah
- Masalah : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
- Kp : anorexia, mual muntah kehilangan selera makan.

c. Diagnosa
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan urine dan menahan natrium ditandai dengan perit kembung, sulit kencing, kencing sedikit, perubahan warna urine, urin tidak ada pada gagal ginjal, edema (+).
2. perubahan nutrisi kurang berhubungan dengan anorexia mual muntah, kehilangan selera makan kehilangan bau, stomatitis dan diet tak enak.
3. ketidak berdayaan berhubungan dengan kehilangan perasaan terhadap kontrol dan pembatasan gaya hidup.
4. resiko tinggi terhadap infeksi penatalaksanaan regimen terapiutik berhubungan dengan insufisiensi pengetahuan tentang kondisi, pembatasan diet, pencatatan setiap hari, terapo farmakologi tanda / gejal komplikasi, kunjungan evaluasi dan sumber komunitas ( lynda Juall Carpenitto, 1999).

2. Perencanaan
Diagnosa perttama : kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan kemampuan ginjal mengeluarkan air dan menahan natrium.
1. Tujuan : cairan seimbang dalam waktu 2x24 jam
2. KH :
3. Rencana tindakan
- masukan dan pengeluaran seimbang
- berat badan stabil
- bunyi nafas jantung normal
- elektrolit dalam bats normal
4. Rencana tindakan
Pantau dan dokumentasikan masukan dan keluaran tiap jam secara akurat
Timbang berat badan mklien tiap hari
Pantau peningkatan tekanan darah
Kaji edema perifer distensi vena leher dan peningkatan sesak nafas
Batasi cairan sesuai program pemberian obat – obatan dengan mmakanan jika mungkin bagi cairan selama sehari.
5. Rasional
Klien ryang menunjukkan bukti kelebihan cairan memerlukan pembatasan berdasarkan pengeluaran urin
 Klien dengan gagal ginjal kronis cenderung mengalami fluktuasi berat badan membutuhkasn evaluasi ulang yang bsering terhadan keseimbangan cairan optimal. Perubahan berat badan interdialik yang diterima adalah 1 – 2 atau lebih/24jam
Volume sirkulasi harus dipantau pada gagal ginjal kronis untuk mencegah hipervolemia berat.
 Dengan mengkaji edema perifer distensi vena leher dan peningkatan sessak nafas dapoat mengetahui terjadinya gagal jantung kongestif.
Pembatasan natrium harus disesuaikan berdasarkan pada ekskresi Na urine dan serangkaian berat badan.

Diagnosa ke dua : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anorexia mual muntah, kehilangan selera makan atau nafsu makan kehilangan bau stomatitis dan diet tidak enak.
1. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam 2x24jam
2. KH :
Klien akan menghubungkan pentingnya masukan nutrisi adekuat dan mentaati program diet yang di programkan
3. Rencana tindakan
Terapkan tujuan nutrisional dengan klien atau keluarganya dan rencanakan peratan untuk mencapainya dengan :
- konsul ahli diet untuk bentuaN pengkajian nutrisi mengidentifikasi tujuan nutrisi, meresepkan modifikasi diet den memberikan instuksi nutrisi pada klien.
- Pertegas instruksi diet dan berikan materi tertulis untuk instruksi verbal
Siapkan dan berikan dorongan higine oral yang baik sebelum dan sesudah makan
Berikan lingkungan yang menyenangkan selam waktu makan dan bantu sesuai kebutuhan
Periksa baki makan untuk mengetahui isinya dan dorong klien untuk makan
Dokumentasikan semua masukan cairan dan makanann
Evaluasi status nutrisi klien dan keefektifan diet dengan klien dan ahli diet
Jelaskan perlunya kebutuhan klien untum makan protein maksimum dari diet yang diizinkan.
4. rasional

- Peresapan diet yang tepat penting dalam penatalaksanaan GGK untuk mencegah toksisitas, uremik, ketidakseimbangann cairan dan elektrolit dan katabolisme
- Empati dan penguatan terhadap instruksi diet dapat meningkatkan kepatuhan terhjadap pembatasan diet
Higiens oral yang tepat mengurangi mikroorganisme dan membantu stomatitis
Nafsu makan dirangsang pada waktu yang rilek dan menyenangkan
Umpan balik positif untuk ketaatan diet dalam meningkatkan kepatuhan
Dokumentasi akurat penting untuk pengkajian status nutrisi
Evaluasi kontinyu memungkinkan perubahan diet sesuai dengan kebutuhan spesifik nutrisi klien
Protein adekuat diperlukan untuk mencegah katabolisme protein dan penggunaan otot.

3. Penatalaksanaan.
Merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan. Dalam fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan validasi (penyerahan) rencana keperawatan, menulis dan mendokumentasikan rencana keperawatan, memberi asuhan keperawatan dan pengumpulan data (H. Lismidar : 1990)



4. Evaluasi.
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan klien, perawat dengan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang (H. Lismidar, 1990).
Baca selengkapnya »

Sponsors